A. Perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ)
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru).
Menurut mereka karakteristik PT/JJ adalah sebagai berikut:Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru).
1. Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
2. Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
3. Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Digunakannya media teknologi yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi,
2. Pendidikan dapat diberikan secara massal,
3. Yang merancang, mengembangkan, meproduksi, membagikan bahan belajar dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar orang yang berbeda-beda.
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang lain sangat terbatas. Ciri ini membedakan PT/JJ dari pendidikan konvensional yang memberikan pelajaran secara tatap muka.
2. Dalam sistem PT/JJ ada lembaga pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach yourself programmes. Jadi kalau Anda membeli buku di toko dan kemudian belajar sendiri sehingga Anda memahami benar isi buku itu, itu tidak berarti bahwa Anda telah mengikuti sistem PT/JJ .
3. Dalam sistem PT/JJ, pelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM (program video dalam piringan kecil) dan sebagainya. Kecuali berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan isi pelajaran, media juga merupakan alat penghubung atau alat komunikasi antara siswa dan guru.
4. Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain. Inisiatif untuk berkomunikasi itu bukan hanya datang dari guru atau lembaga, tetapi dapat juga datang dari siswa. Ciri ini membedakan PT/JJ dari program siaran radio atau TV pendidikan yang hanya menyiarkan program-program pendidikan tanpa menjalin hubungan dua arah dengan pendengar atau penonton.
5. Dalam sistem PT/JJ tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok. Sekali waktu memang dapat dilakukan pertemuan kelompok siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran atau sekedar untuk bersosialisasi.
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
1. Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
2. No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya,tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
3. No separation criteria: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
by Rita Kurniawati
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar