A. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan yang sangat erat dimana keduanya memiliki tujuan untuk memperjelas arah atau sasaran yang hendak dicapainya. Adapun secara garis besar, bimbingan dan konseling memiliki tujuan, yaitu :
1. Tujuan Umum
Secara umum, bimbingan dan konseling bertujuan untuk individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat – bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dengan kata lain, bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik mungkin. Adapun pengembangan potensi, meliputi tiga tahapan, yaitu: pemahaman dan kesadaran (awareness), sikap dan penerimaan (accommodation), dan keterampilan atau tindakan (action) melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
Dalam kaitan ini, maka bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya (Prayitno, 1999:114).
Di sisi lain, menurut Prayitno (1999:16) tujuan umum bimbingan dan konseling dilakukan dalam rangka pengembangan keempat dimensi kemanusiaan individu, antara lain :
a. Dimensi keindividualan (individualitas)
Dimensi ini memungkinkan seseorang mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal yang mengarah pada aspek – aspek kehidupan yang positif. Dengan perkembangan dimensi ini membawa seseorag menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri, dengan aku yang teguh, positif, produktif, dan dinamis.
b. Dimensi kesosialan (sosialitas)
Dimensi ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama dengan orang lain. Hal ini terjadi karena manusia sebagai makhluk sosial yang harus mampu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain untuk mempertahankan hidupnya.
c. Dimensi kesusilaan (moralitas)
Dimensi ini memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika, dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Dimensi kesusilaan ini memiliki peranan penting karena dengan dimensi ini menjadi pemersatu antara keindividualan dan kesusilaan dalam satu kesatuan yang penuh makna. Tanpa adanya dimensi ini, maka berkembangnya dimensi kendividualan dan kesusilaan akan tidak serasi, bahkan yang satu akan cenderung menyalahkan yang lain.
d. Dimensi keberagamaan (religiusitas)
Dimensi ini lebih menitikberatkan pada hubungan diri manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di mana manusia tidak terpukau dan terpaku pada kehidupan di dunia saja, melainkan mengaitkan secara serasi, selaras, dan seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dialami. Sebagaimana kita ketahui bahwa individu memiliki karakteristik yang bersifat unik, sehingga tujuan khusus dari bimbingan dan konseling juga bersifat unik, dimana untuk pencapaian tujuannya disesuaikan dengan karakteristik masing - masing individu.
B. Asas – Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas - asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Adapun asas - asas dari bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan
Asas ini menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien).
4. Asas Kegiatan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian
Asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
10. Asas Alih Tangan Kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
11. Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Adapun beberapa fungsi dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik pemahaman, meliputi :
a. Pemahaman tentang diri sendiri peserta didik terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing.
b. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik ( termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah ) terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing.
c. Pemahaman lingkungan yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi jabatan/pekerjaan, informasi sosial dan budaya/nilainilai) terutama oleh peserta didik.
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya dan terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3. Fungsi penuntasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
D. Prinsip – Prinsip Bimbingan dan Konseling
Sebagaimana kita ketahui bahwa prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Pemahaman tentang prinsip – prinsip dasar dari bimbingan dan konseling ini sangat penting dan perlu terutama dalam penerapan di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan – penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling. Adapun prinsip – prinsip dari bimbingan dan konseling, antara lain :
1. Prinsip – prinsip umum
Prinsip – prinsip umum, meliputi :
a. Bimbingan berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu yang unik dan ruwet.
b. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
c. Masalah yang tidak dapat dipecahkan di sekolah harus diserahkan pada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.
d. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan – kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang dibimbing.
e. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan program pendidikan sekolah yang bersangkutan.
f. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan.
g. Terhadap program bimbingan harus ada penilaian yang teratur.
2. Prinsip – Prinsip Khusus
Prinsip – prinsip khusus dari bimbingan dan konseling merupakan prinsip–prinsip bimbingan yang berkenaan dengan sasaran layanan, prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu, prinsip yang berkenaan dengan program layanan, dan prinsip – prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan.
E. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya itulah orientasi bimbingan dan konseling yang akan diuraikan berikut ini.
1. Orientasi perseorangan
Orientasi perorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara optimal. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan untuk kepentingan dan kebahagiaan individu dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok, dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dalam hubungan timbal balik yang wajar antara individu dengan kelompoknya.
Kepentingan kelompok justru dikembangakan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan terpercayainya kebahagiaan individu. Apabila secara individu para anggota kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia dapat diharapkan kepentingn kelompokpun terpenuhi pula. Pelayanan bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam kelompok sepanjang nilai-nilai itu sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.
Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling, yaitu:
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan yang berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi dan kemampuan potensialnya yang semuanya unik, membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya kearah pengembangan yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri dan lingkungan.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Ronger, dalam mcdaniel, 1956).
d. Tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dan kebutuhan klien setepat mungkin.
2. Orientasi perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bidang bimbingan dan konseling menekankan peran perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri individu di masa yang akan datang. Menurut Myrick (dalam mayers, 1992) perkembangaan individu secara tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti pelayanan bimbingan. Tahun 1950-an perkembangan bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas perkembangan yang dicetuskan oleh havighurst. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjadi alur perkembangannya.
Ivey dan Rigazio (dalam Mayers,1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan yang justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Praktek bimbingaan dan konseling tidak lain adalah memberikan kemudian yang berlangsung pada perkembangan berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu mendorong semua konselor dan klien bekerja sama untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangannya anak- anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk :
a. Hambatan egosentrisme
b. Hambatan konsentrasi
c. Hambatan reversibilitas
d. Hambatan transformasi
Di sisi lain, Thompson & Rudolp menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah menangani hambatan - hambatan perkembangan itu.
3. Orientasi permasalahan
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengaentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur megalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi lainnya yaitu fungsi pemahaman dan fungsi pemeliharaan atau pengembangan pada dasarnya juga bersangkut paut dengan permasalahan dengan klien. Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat dalam upaya pengentasan masalah yang terjadi. Fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahnya ataupun terentaskannya masalah tertentu. Konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan kegiatan belajar bimbingan dan konseling.
Adapun ketiga orientasi tersebut dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan baik di sekolah maupun luar sekolah.
Daftar Pustaka
Mugiarso, Heru. 2009. Bimbingan dan Konseling. Semarang : UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
by Rita Kurniawati
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar